Kulit Babi Lebih Enak Mana Kulit Sapi

Kulit Babi Lebih Enak Mana Kulit Sapi

GESITPOKER Kulit Babi Lebih Enak Mana Kulit Sapi. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Namun kondisi ini bukan berarti menjamin penduduk Indonesia bebas dari mengonsumsi sesuatu yang tak mengandung babi. Bagaimana tidak, hingga detik ini Indonesia masih 100 persen mengimpor gelatin. Padahal sekitar 50 persen produksi gelatin di dunia menggunakan kulit babi.

Bayangkan, gelatin merupakan bahan baku pembuatan kapsul, pelapis vitamin, dan tablet, bahkan bahan baku makanan seperti permen, krim, karamel, selai, yoghurt, susu olahan, dan sosis. Kebutuhan gelatin di Indonesia di impor dari beberapa negara seperti Cina, Australia, dan beberapa negara Eropa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007, jumlah impor gelatin mencapai 2.715.782 kg dengan nilai 9.535.128 dolar AS.

Ironisnya lagi, di negara sebesar Indonesia, belum ada satu industri pun yang melirik untuk memproduksi gelatin di dalam negeri. ”Padahal Indonesia mempunyai potensi bahan baku gelatin. Potensi utama berasal dari kulit sapi sisa split dari industri penyamakan kulit,” ujar Kabid Agroindustri Perikanan dan Peternakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Irshan Zainuddin, di lokasi pilot plant pengolahan gelatin BPPT di Muhara, Desa Sarongge, Kecamatan Citeureuo, Kabupaten Bogor, Kamis (14/5).

Menurut Irshan, potensi bahan baku gelatin di Indonesia bisa di lihat dari jumlah sapi potong nasional yang mencapai 10,7 juta ekor (statistik peternakan Deptan 2007). Bila rata-rata berat kulit sapi 25 kg dan yang di olah hanya 20 persen dari potensi sapi potong nasional, lanjut dia, maka ada potensi kulit sapi 54 juta kg atau setara 3.250 hingga 4.300 ton gelatin. ”Jika kondisi ini terjadi maka dapat memenuhi seluruh kebutuhan nasional,” cetusnya.

Lebih jauh Irshan mengatakan, pengembangan produksi gelatin dalam negeri dengan bahan baku kulit sapi juga dapat menjamin status kehalalan produk khususnya bagi umat Muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia. ”Ini karena produksi gelatin dunia hampir 50 persen berasal dari kulit babi,” ingatnya.

MENURUT DATA

Dari laporan Gelatin Manufacturers of Europe, 2005 lalu, produksi gelatin dunia terbesar berasal dari kulit babi 44,5 persen (136 ribu ton), kulit sapi 27,6 persen (84 ribu ton), tulang 26,6 persen (81.600 ton), dan lainnya 1,3 persen (4000 ton). Kebutuhan gelatin Indonesia, lanjut dia, selama ini hanya di penuhi dari impor. Padahal, gelatin dari kulit babi dan sapi sudah di bedakan. ”Gelatin dari kulit babi hanya bisa di lihat dari proses asam-nya. Tapi mana mungkin negara pengekspor itu membeberkan proses produksinya,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Irshan, sejak 2004 lalu, BPPT tergerak untuk mengembangan teknologi proses produksi gelatin sebagai upaya mendukung kemandirian teknologi. Apalagi, imbuhnya, BPPT sebelumnya juga telah mengembangkan teknologi proses dengan menghasilkan teknologi perekayasaan alat mesin yang di perlukan dalam proses produksi gelatin. Seperti alat evaporasi triple effect falling film evaporator, alat ekstrusi scrapped surface heat exchanger, dan alat pengering dengan dehumidifikasi.

Alat-alat tersebut bila di impor harganya sangat mahal. Sebagai contoh alat evaporator mencapai 900 ribu Euro dan ekstrusi 50 ribu dolar AS. ”Jadi pengembangan industri juga bisa menghemat biaya dan devisa negara,” jaminnya.

Keunggulan teknologi pengolahan gelatin dari kulit sapi, ujar Irshan, juga di karenakan pengolahannya bisa dari sisa split industri penyamakan kulit. ”Tak hanya itu, pengolahan ini juga memberikan nilai tambah,” tegasnya.

1

Irshan mengungkapkan, saat ini kulit sapi sisa split hanya di manfaatkan sebagai bahan makanan pada pasar tradisional berupa ‘kikil’ dengan harga di pabrik Rp 4000 atau sebagai bahan kerupuk kulit dengan harga sekitar Rp 10 ribu per kg. Harga bahan makanan tersebut murah sehingga nilai tambah rendah, sedangkan harga gelatin berkisar Rp 70 ribu hingga 90 ribu per kg. ”Selain itu, bahan pangan langsung kulit sapi, nilai gizinya sangat rendah, memang kulit mengandung protein tapi kandungan asam amino esensialnya sangat rendah,” ingatnya.

Pengembangan proses pembuatan gelatin yang di lakukan oleh Bidang Teknologi Agroindustri Perikanan dan Peternakan BPPT di awali dengan proses perekayasaan rancang bangun alat. Yakni mulai dari desain, detail desain, hingga pembuatan peralatan. Rangkaian proses pengolahan meliputi pencucian bahan baku, pemotongan (pengecilan ukuran kulit), perendaman dalam larutan kapur (liming), pencucian dan netralisasi, ekstrasi dengan air panas, filterasi, evaporasi, ekstrusi, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan

Ekstraksi di lakukan dengan pemanasan bertingkat. Tahap pertama menggunakan panas 55 derajat celcius selama empat jam, hasilnya di filterasi. Sisa ampasnya di ekstrasi lagi dengan suhu di naikkan 10 derajat celcius. Demikian seterusnya hingga empat atau lima tahap. Hasil filterasi berupa larutan encer di pekatkan dengan evaporasi.

Proses evaporasi menggunakan teknologi triple effect falling film evapoltar. Fitrat pekat di ekstrusi menggunakan teknologi scrapped surface heat exchanger. Hasil ekstrusi berupa seperti mie di keringkan dengan alat pengering dengan dehumidifikasi. Gelatin kering di giling hingga menjadi butiran seperti gula pasir kemudian di kemas dalam kantong plastik.

DATA YANG MENARIK

Hasil uji mutu gelatin yang di lakukan memenuhi standar SNI 06-3735-1995, mutu dan cara uji gelatin. Nilai mutu kekuatan gel berkisar antara 150 hingga 220 bloom. Nilai Bloom adalah berat dalam gram yang di butuhkan untuk penghisapan spesifik terhadap tekanan pemukaan standar.

Namun ia mengaku industri penyamakan kulit di Indonesia juga belum begitu banyak. Tak sampai 70 buah. ”Tapi aplikasinya juga bisa dengan industri terpisah yang secara khusus memproduksi gelatin,” ungkapnya.

Lantaran BPPT tak memiliki wewenang untuk mengkomersialisasikan hasil penelitiannya, kata Irshan. Saat ini aplikasi teknologi proses pengolahan gelatin di rintis melalui pilot plant bekerjasama dengan pabrik. Penyamakan kulit PT Muhara Dwitunggal Laju yang terletak di Muhara, Desa Sarongge, Kecamatan Citeureuo, Kabupaten Bogor. Namun karena masih skala pilot plant, produksinya baru 200 kg dan akan di tingkatkan hingga satu ton. ”Pasar sudah banyak menunggu, terutama dari Bandung,” jelasnya. Kulit Babi Lebih Enak Mana Kulit Sapi. GESITPOKERLOUNGE